Siapa yang tak kenal 7 keajaiban
dunia, yang setiap tahun berubah-ubah. Ya 7 keajaiban dunia itu dipilih bukan
karena cantik, namun juga memiliki karakteristik yang unik tentunya tak ada
bandingannya. Tidak sedikit orang yang mengimpikan ingin berkunjung ke tempat 7
keajaiban dunia, menikmati pemandangan alam yang sebenar tidak kalah bagus
dengan di Indonesia, khususnya di Aceh (menurut saya).
Namun, sangat disayangkan warisan Aceh
tersebut nyaris terlupakan oleh anak Aceh sendiri. Bagaimana tidak. Sebagai contoh
di tempat bersejarah Gunongan hampir setiap hari rata-rata pengunjung tempat
ini adalah turis dari Malaysia. Miris, bagaimana dengan anak Aceh sendiri. Jangankan
kita bertanya apakah yang terdapat di dalam gunongan tersebut? Di daerah mana
gunongan berada saja tidak tahu. Apalah lagi sejarah terciptanya gunongan.
Jejak peradaban Aceh selama
berabad-abad silam telah menyimpan begitu banyak tempat-tempat peninggalan
sejarah Aceh yang terkenal di dunia. Masyarakat Aceh dapat mengetahui jejak
peradaban bangsanya melalui peninggalan-penngalan sejarah ini.
Berikut saya mencoba penyajikan tempat-tempat
bersejarah di Aceh. Semoga bermanfaat. Dan dengan harapan generasi Aceh tidak
buta akan sejarah Aceh itu sendiri dan untuk kedepannya bisa menjaga warisan
yang telah ditinggalkan oleh orang-orang terdahulu.
Masjid Raya Baiturrahman
Dalam perjalanannya kurun sejarah, masjid ini pernah dibumi
hanguskan/dibakar oleh Belanda saat menyerang Koetaradja (Banda Aceh) pada 10
April 1873. Ketika bangunan Masjid sudah runtuh meletuslah perang dan terjadi
pertempuran yang sengit antara masyarakat Aceh dengan Belanda, rakyat Aceh
begitu marah dan mati-matian berjuang demi mempertahankan masjid,
mempertahankan rumah Allah hingga penghabisan darah. Pada pertempuran tersebut
pihak Belanda kehilangan seorang panglima mereka bernama : Major General Johan
Harmen Rudolf Köhler pada 14 April 1873.
Empat tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji jenderal Van Sweiten, maka Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman yang telah terbakar itu. Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala Negeri sekitar Banda Aceh. Dimana disimpulakan bahwa pengaruh Masjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang 100% beragama Islam. Janji tersebut dilaksanakan oleh Jenderal Mayor Vander selaku Gubernur Militer Aceh pada waktu itu. Dan tepat pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini siap dibangun kembali pada tahun 1299 Hijriyah bersamaan dengan kubahnya hanya sebuah saja. Proses pembangunan Majid Raya Baiturrahman berlangsung pada 1879-1881 M. Arsitektur bangunan yang baru dibuat oleh de Bruchi yang mengadaptasi gaya Moghul (India).
Empat tahun setelah Masjid Raya Baiturrahman itu terbakar, pada pertengahan shafar 1294 H/Maret 1877 M, dengan mengulangi janji jenderal Van Sweiten, maka Gubernur Jenderal Van Lansberge menyatakan akan membangun kembali Masjid Raya Baiturrahman yang telah terbakar itu. Pernyataan ini diumumkan setelah diadakan permusyawaratan dengan kepala-kepala Negeri sekitar Banda Aceh. Dimana disimpulakan bahwa pengaruh Masjid sangat besar kesannya bagi rakyat Aceh yang 100% beragama Islam. Janji tersebut dilaksanakan oleh Jenderal Mayor Vander selaku Gubernur Militer Aceh pada waktu itu. Dan tepat pada hari Kamis 13 Syawal 1296 H/9 Oktober 1879 M, diletakan batu pertamanya yang diwakili oleh Tengku Qadhi Malikul Adil. Masjid Raya Baiturrahman ini siap dibangun kembali pada tahun 1299 Hijriyah bersamaan dengan kubahnya hanya sebuah saja. Proses pembangunan Majid Raya Baiturrahman berlangsung pada 1879-1881 M. Arsitektur bangunan yang baru dibuat oleh de Bruchi yang mengadaptasi gaya Moghul (India).
Pada tahun 1935 M, Masjid Raya Baiturrahman ini diperluas bahagian kanan dan kirinya dengan tambahan dua kubah, perluasan kedua ini Masjid Raya Baiturrahman mempunyai lima kubah dan selesai dikerjakan dalam tahun 1967 M. Kemudian pada tahun 1975 M terjadinya perluasan kembali dengan bertambah dua kubah lagi dan dua buah menara sebelah utara dan selatan. Pada tanggal 7 s/d 14 Juni 1981 di Banda Aceh, Masjid Raya diperindah dengan pelataran, pemasangan klinkers di atas jalan-jalan dalam pekarangan Masjid Raya. Perbaikan dan penambahan tempat wudhu dari porselin dan pemasangan pintu krawang, lampu chandelier, tulisan kaligrafi ayat-ayt Al-Qur’an dari bahan kuningan, bagian kubah serta intalasi air mancur di dalam kolam halaman depan.
Pada tahun 1991 M, dimasa Gubernur Ibrahim Hasan terjadi perluasan kembali yang meliputi halaman depan dan belakang serta masjidnya itu sendiri. Bagian masjid yang diperluas, meliputi penambahan dua kubah, bagian lantai masjid tempat shalat, ruang perpustakaan, ruang tamu, ruang perkantoran, aula dan ruang tempat wudhuk, dan 6 lokal sekolah. Sedangkan. perluasan halaman meliputi, taman dan tempat parkir serta satu buah menara utama didepan Masjid.
Pada tahun ujung tahun 2004 atau akhir Desember 2004 terjadi gempa dan tsunami (26 Desember 2004) yang menghancurkan kota Banda Aceh dan sebagian Aceh, mesjid ini selamat tanpa kerusakan dan saat itu banyak warga kota yang berlindung di dalam masjid. Kawasan/lingkungan mesjid ini juga dijadikan kawasan syariat Islam.
Gunongan
Gunongan dibangun pada masa
pemerintahan Sultan Iskandar Muda yang memerintah tahun 1607-1636 untuk sang permasuri kamaliah yang berasal dari Pahang-Malaysia
(Putroe Phang). Gunongan tersebut dibangun atas permintaan sang permaisuri
karena sang permaisuri merindukan kampung halamannya di Pahang.
Demi cintanya yang sangat besar,
Sultan Iskandar Muda bersedia memenuhi permintaan permaisurinya untuk membangun
sebuah taman sari yang sangat indah, lengkap dengan Gunongan sebagai tempat
untuk menghibur diri agar kerinduan sang permaisuri pada suasana pegunungan di
tempat asalnya terpenuhi. Selain sebagai tempat bercengkrama, Gunongan juga
digunakan sebagai tempat berganti pakaian permaisuri setelah mandi di sungai
yang mengalir di tengah-tengah istana Brakel (1975) melukiskan dalam Bustan,
gunongan ini dikenal sebagai gegunungan dari kata Melayu gunung dengan menambahkan
akhiran ‘an’ yang melahirkan arti “bangunan seperti gunung” atau “simbol
gunung”. Jadi gunongan adalah simbol gunung yang merupakan bagian dari
taman-taman istana Kesultanan Aceh.
Di samping gunongan terdapat pula sebuah bangunan yang
disebut dengan kandang baginda. Kandang baginda merupakan lokasi pemakaman
keluarga sultan kerajaan Aceh, yaitu Sultan Tsani menantu dari Sultan Iskandar
Muda dan permaisuri Kamaliah.
2 komentar:
Sejaran yang mantap! Copas atau ditulis ulang Dek?
Tulis ulang kak. tapi, tentu@ saya harus banyak baca tuk referensi :D
Posting Komentar